CH 001 KUASA WISANGGENI
Suara ledakan yang sangat keras terdengar di puncak Bukit Cetho, saat dua pusaka yang dianggap terkuat di Nusantara itu beradu. Tak sampai satu detik kemudian, gelombang energi tenaga dalam yang tercipta akibat benturan dua kekuatan besar itu menyebar ke segala arah bagai ombak di lautan dan menghancurkan semua yang ada di sekitar area pertarungan.
Puncak bukit yang pernah menjadi saksi pertarungan-pertarungan besar di masa lalu itu, bergemuruh kembali seolah menyambut kembali pertarungan dua pendekar yang dianugerahi bakat yang luar biasa. Merasakan ledakan energi sebesar itu, para pendekar yang sedang bertarung di sekitar area pertempuran langsung berlarian ke segala arah untuk menyelamatkan diri.
Wajah mereka semakin pucat saat melihat bebatuan mulai beterbangan dan hancur di udara. Suasana bukit Cetho langsung mencekam seketika, puluhan pendekar yang terlambat menyelamatkan diri dari ledakan tenaga dalam itu roboh bersamaan dan meregang nyawa.
Saat ratusan orang terlihat berlarian menyelamatkan diri, dua pendekar berambut putih yang berada di tengah pusaran energi justru saling melepaskan serangan seolah tidak terganggu sedikitpun dengan ledakan-ledakan tenaga dalam yang terus terjadi.
Tak jauh dari area pertarungan, seorang pendekar wanita yang sudah terluka parah menatap pertarungan dengan wajah khawatir. "Ini tidak boleh terjadi, si bodoh itu pasti akan mati jika terus seperti ini!" Ucap wanita itu sebelum bergerak mendekati pertarungan dua pendekar terkuat itu.
"Gawat! Gadis itu .... " Moris yang sedang bertarung dengan para pendekar misterius yang sudah dirasuki ruh dimensi tak bertuan, langsung melompat mundur dan mengaktifkan mata bulan dengan sisasisa tenaga dalam untuk membuat lubang dimensi.
Dia kemudian menarik tubuh wanita itu masuk ke dalam lubang dimensi, tepat sebelum sebuah ledakan energi menghantam tubuhnya.
"Lepaskan aku!!" Teriak Dewi saat Moris mendekap tubuhnya erat.
"Apa kau sudah gila? Saat ini, dia bukan lagi Arya yang kau kenal! Tubuhnya telah dikuasai oleh Ruh Kegelapan Aswatama, biarkan Kakang Sabrang yang mengurusnya," balas Moris cepat.
"Mengurusnya? Apa kau pikir aku bodoh? Paman Sabrang pasti akan membunuhnya! Aku tak akan membiarkan itu terjadi walau .... " "Menyingkir!!!"
Moris langsung melempar tubuh Dewi menjauh, dan memaksa mata bulannya bekerja lebih keras, saat merasakan sebuah energi mendekati mereka dengan cepat. Namun, belum sempat Moris bereaksi, bayangan api Arya sudah muncul di hadapannya dan langsung menghujamkan pedangnya.
"Jleb!!" Moris yang sudah pasrah dengan serangan itu, langsung menutup matanya.
"Paman, kau harus membawa mereka semua pergi! Hanya mata bulan milikmu yang bisa membawa semua orang ke tempat yang sudah kita persiapkan. Tolong jaga ibu, dan katakan padanya aku sangat menyayanginya," ucap Sutawijaya sebelum mencengkram leher bayangan Arya dan menariknya masuk ke dalam dimensi kegelapan.
"Sutawijaya!!!" Teriak Moris panik, dia langsung menggunakan mata bulannya, dan membuka gerbang dimensi untuk mengejar Sutawijaya.
Namun, belum sempat gerbang itu terbuka, Minak Jinggo mencengkram lehernya dari belakang dan menekan cakra mahkotanya agar mata bulan Moris tidak aktif.
"Kau seharusnya yang paling tau jika Sutawijaya sudah tidak bisa diselamatkan. Sebaiknya, gunakan sisa-sisa tenaga dalam terakhirmu untuk mengabulkan permintaan terakhirnya. Hanya matamu yang bisa menyelamatkan mereka semua dengan jurus memindahkan ruang waktu," ucap Minak Jinggo sebelum sebuah serangan keras menghantamnya.
"Tidak! Seharusnya tidak seperti ini. Kakang, apa yang harus aku lakukan .... " Moris tampak putus asa saat melihat ratusan mayat pendekar masa lalu bergelimpangan di tanah. "Kita sudah kalah .... " Ucap Moris dalam hati sebelum suara Sabrang tiba-tiba muncul dalam pikirannya.
"Jangan pernah berpikir untuk menyerah Moris atau aku akan membunuhmu kembali seperti di bukit Cetho! Alam selalu punya cara untuk menyeimbangkan kembali apa yang sudah rusak. Kau mewarisi kehebatan mata bulan Ayah bukan tanpa alasan, bawa mereka semua pergi dari sini dan biarkan aku yang menghadapi Arya!" "Tidak Kakang, jika kau menghadapinya sendirian ...."
"Ini perintah Moris!!" Potong Sabrang cepat sebelum sebuah ledakan besar melempar tubuhnya. "Kakang!!" Teriak Moris.
"Pergi sekarang juga!!" Sabrang merubah gerakannya di udara saat melihat Arya bergerak cepat ke arahnya. Namun, belum sempat Sabrang memperbaiki kuda-kudanya untuk menahan serangan Arya, tubuhnya tiba-tiba kaku dan bergetar hebat saat jubah Wisanggeni yang dikenakannya melepaskan aura aneh.
"Sial!! Naga Api, apa lagi ini?" Umpat Sabrang kesal. "Aku tidak tau, tapi sepertinya energi Wisanggeni telah mencapai batasnya. Kau harus secepatnya memindahkan semua orang ketempat yang aman atau akan lebih banyak nyawa melayang," Jawab Naga Api cepat sambil melepaskan energi api suci dan menggunakan perubahan wujudnya untuk melindungi tubuh Sabrang dari serangan Arya yang semakin cepat.
Moris yang melihat kakaknya tiba-tiba terdesak setelah aura aneh menyelimuti tubuhnya, terpaksa menggunakan matanya untuk memindahkan para pendekar masa lalu termasuk Wulan, Emmy dan Dewi ke air terjun tujuh mata air.
"Jurus memindahkan ruang dan waktu!" Mata bulan Moris meneteskan darah segar sebelum tubuhnya dan semua pendekar masa lalu menghilang dari area pertarungan.
"Aku akan kembali kakang."
"Terima kasih Moris, aku berhutang banyak padamu," Sabrang yang semakin terdesak tiba-tiba merubah gerakannya bersamaan dengan meningkatnya kecepatan secara tidak wajar.
"Jurus terlarang ini … jadi kau berniat mati bersama bocah itu ya?" Tanya Naga Api terkejut saat merasakan kecepatan Sabrang meningkat beberapa kali lipat.
"Aku tak mungkin membunuh keturunanku sendiri Naga Api, mati bersama adalah jalan terbaik!" Tubuh Sabrang bergetar hebat sebelum menghilang dari pandangan. Arya yang sudah berhasil membangkitkan mata bulannya sampai tingkat akhir tampak terkejut, ini pertama kalinya dia tidak bisa membaca gerakan Sabrang.
"Gerakannya? Anak ini jauh lebih kuat dari Jaya Baya," Arya langsung mengaktifkan perubahan wujud Eyang Wesi untuk melindungi tubuhnya dari serangan Sabrang yang bisa datang dari mana saja.
"Maafkan aku Arya, tapi kematian kita berdua adalah satu-satunya cara untuk menyegel ruh terkutuk itu dan menyelamatkan dunia dari ambisi besar Aswatama," Sabrang muncul dari sisi kanan Arya sebelum menembus perisai Eyang Wesi dengan mudah, dan menghujamkan pedangnya.
"Tidak mungkin, perisai Iblis terkuat milikku .... " Aswatama, ruh tak terkalahkan yang juga penguasa dimensi tak bertuan tampak terkejut, saat perisai terkuatnya mampu ditembus oleh manusia biasa dengan mudah.
Saat Sabrang sudah yakin serangannya akan menghantam tubuh Arya, jubah Wisanggeni tiba-tiba melepaskan energi api hitam sebelum meledak dan menciptakan gelombang energi yang begitu besar.
"Wisanggeni, apa yang kau lakukan…" Naga Api tersentak kaget ketika diantara pusaran energi yang tercipta akibat ledakan jubah Wisanggeni muncul sebuah portal kemerahan.
Melihat ledakan api yang begitu besar, Arya langsung melompat mundur dan menggunakan jurus ruang dan waktu untuk menghindari serangan itu.
"Naga Api?!" Teriak Sabrang terkejut saat tubuhnya mulai terhisap portal yang muncul diantara pusaran energi.
"Bukan aku, jubah ini … Wisanggeni sedang merencanakan sesuatu," Balas Naga Api tak kalah panik, dia berusaha menarik tubuh Sabrang namun tak berhasil.
"Lepaskan jubah itu!!!" Teriak Naga Api.
"Jubah?" Menyadari dirinya terhisap kedalam portal dimensi akibat jubah Wisanggeni, Sabrang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya. Namun, sekuat apapun dia berusaha, jubah itu seolah telah menyatu dengan tubuhnya.
Di antara kesadarannya yang mulai menghilang, perjalanan hidup Sabrang yang dimulai dari sekte Pedang Naga Api kembali muncul dalam pikirannya. Dia tampak tersenyum dan mulai pasrah, saat rasa sakit di tubuhnya perlahan menghilang.
Ya, Sabrang tersenyum. Pendekar terkuat di Nusantara itu mulai merelakan semuanya, walau sebenarnya masih banyak tugas dan tanggung jawab yang harus ditanggung.
Namun, setelah pertarungan dengan ruh Aswatama yang berhasil merasuki tubuh Arya, Sabrang mulai menyadari keterbatasannya. Dia hanya manusia biasa, yang dianugerahi sedikit kemampuan dan tubuh istimewa. Sekuat apapun mereka berusaha, Aswatama tetap bukan lawannya.
Ruh yang telah menguasai isi kitab Sabdo Loji sepenuhnya itu seolah tak memiliki kelemahan, terlebih setelah dia menyatu dengan Arya dan Eyang Wesi.
"Aku benar-benar sudah lelah .... "
Pada akhirnya, kesadaran pendekar terkuat itu benar-benar hilang bersamaan dengan terbentuknya sebuah senyuman di bibirnya.
« Prev Post
You are reading the latest post
Posting Komentar
0 Komentar